Sejarah Penginjilan Johann Gottlieb Schwarz di Langowan dan sekitarnya
Masuknya Agama Kristen Di Langowan
1. Kepercayaan Penduduk Sebelum Masuknya Agama Kristen
![]() |
Pohon Suci dan Tempat Sajen Alifuru |
Sebelum masuknya agama Kristen di Langowan, penduduk Minahasa sudah menganut suatu kepercayaan atau dengan kata lain sudah beragama. Untuk mengurus soal keagamaan yang hidup dikalangan penduduk diatur seseorang yang disebut Walian. Pada bagian utara Minahasa (Tombulu, Toulour, Tonsea) yang menjadi Walian kebanyakan adalah laki-laki, sedangkan dibagian selatan termasuk Langowan (Tountemboan) wanitalah yang menjadi Walian.
Dalam agama alifuru mereka percaya akan
adanya kekuasaan dalam tangan Khalik, dimana pada masa kedatangan Johann
Gottlieb Schwarz di Langowan, ia menyaksikan sendiri cara-cara penduduk
Langowan menjalankan upacara keagamaan Alifuru antara lain dengan cara
memberi persembahan kepada Tuhan mereka yang mereka sebut Empung atau
Amang Kasuruan atau si Andangka (Ope).
2. Pengkristenan Langowan adalah Bagian dari Pengkristenan Minahasa
Berdasarkan
hal ini, ternyata usaha-usaha pengkristenan yang dilancarkan oleh
Pater-pater dari Portugis maupun dari Spanyol belum sempat menyebarkan
agama Kristen di Langowan sampai datangnya Belanda pada permulaan abad
ke-18. Sejak kedatangan orang-orang Belanda penyebaran agama dilanjutkan
oleh
mereka dan yang disebarkan adalah agama Kristen Protestan.
Dalam
usaha-usaha penyebaran agama Kristen Protestan inilah maka akhirnya
menyentuh ke daerah Langowan. Hal ini ternyata dalam perkembangan
selanjutnya agama ini dimulai dari Ambon lalu menyebar ke Minahasa
termasuk Langowan. Peristiwa dimulai pada tahun 1605 yaitu dengan
tibanya ekspedisi Steven v.d. Hagen di Ambon dimana usaha-usaha
penyebaran agama Katolik terhenti karena para Pater sudah menuju ke
Philipina.
Pendeta pertama yang mengunjungi Minahasa
(Manado) yakni Ds. Montanus pada tahun 1675, dimana dalam laporannya
menyatakan bahwa didaerah ini sudah ada golongan orang Kristen
(Katolik). Pada masa VOC perkembangan agama Kristen tidaklah serupa
terutama pembinaannya, karena pendeta-pendeta yang mengunjungi Minahasa
menetap di Ambon. Dengan sendirinya pelayanan pendeta-pendeta itu
diberikan dalam waktu yang singkat dan kemudian ditinggalkan dalam waktu
yang lama. Baptisan yang dilakukan oleh pendeta-pendeta ini dilakukan
dalam jumlah yang banyak (massal) tanpa adanya pengajaran yang baik.
Penyebaran agama Kristen di Langowan nanti terjadi pada waktu
terbentuknya perkumpulan Pengutusan Injil di Belanda. Pada tanggal 19
Desember 1797 oleh London Missionary Society dan atas anjuran Dr. J. Th.
van der Kemp didirikanlah badan penginjilan Nederlandsche Zendeling
Genootschap (NZG) yang juga mendirikan sekolah untuk mendidik
pendeta-pendeta yang berlokasi di Eterdam, Belanda.
Penginjilan
pertama-tama dari NZG yang mengunjungi Minahasa ialah J. Kamp yang
datang dari Ambon, yang terkenal dengan julukan "Rasul Maluku" pada
tahun 1817. Pengkristenan selanjutnya di Minahasa berjalan lancar dimana
atas usaha J. Kamp telah mendatangkan dua pendeta lagi yaitu, Muller
dan Lammers. Kemudian pendeta Hellendoren yang ditempatkan di Manado dan
atas usahanya yang sangat giat sampai pada 1839 telah mendirikan
sekolah-sekolah di Kakas, Langowan, Paniki Bawah, Tateli, Kapataran, dan
Lota. Dialah yang mendesak kepada NZG supaya menjadikan Minahasa
sebagai lapangan Zending.
Dan atas usahanya itu
sehingga NZG mengirimkan dua penginjil, Johann Gottlieb Schwarz dan
Johann Frederik Riedel yang masing-ditempatkan di Langowan dan Tondano.
Dengan ditempatkannya salah satu penginjil di Langowan, maka
perkembangan agama Kristen di Langowan tidaklah dapat dipisahkan dengan
Johann Gottlieb Schwarz sebagai perintis yang pertama.
Riwayat Hidup Johann Gottlieb Schwarz
Johann
Gottlieb Schwarz lahir pada tanggal 21 April 1800 di kota Konigsbergen,
wilayah Jerman Timur yang kini masuk wilayah Rusia dengan nama
Kaliningrat. Ayahnya seorang tukang sepatu dan kehidupan orang tuanya
sangat beragama. Dan hal ini sangat mempengaruhi Schwarz muda, Alkitab
selalu menjadi bacaannya sehari-hari. Kemudian ia tertarik dengan
berita-berita zendeling di tengah-tengah mayoritas agama lain, ia
tertarik tetapi belumlah terlintas dalam pikirannya kemungkinan menjadi
zendeling. Pada awal tahun 1821 ia membaca berita mengenai penginjilan
Bärenburg di tengah mayoritas agama lain. Berita inilah yang menimbulkan
cita-cita Johann untuk terjun di lapangan penginjilan. Dan ia berdoa
agar diberi kekuatan mengenai rencananya.
Bertepatan
dengan rencananya itu, pada tahun 1821 itu juga ia mendengar tentang
pembukaan suatu "Zendeling Intitut" untuk mendidik pendeta-pendeta
penginjil di kota Berlin yang diusahakan oleh Ds. Jaeke. Keinginannya
memasuki Zendeling Institut itu disetujui oleh orangtuanya dengan doa
kiranya Tuhan kiranya memakai anaknya. Pada tanggal 31 Agustus 1821 ia
tiba di Berlin dan sementara menunggu pembukaan Zendeling Institut yang
nanti dibuka pada 1 Mei 1822, ia bekerja sebagai tukang sepatu.
Disinilah ia bertemu dengan Johann Frederik Riedel yang akan menjadi
teman penginjilannya kelak. Mereka belajar sampai tahun 1825. Kemudian
Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG) melalui Berlijnse Zendeling
Genootschap meminta Johann Gottlieb Schwarz dan Johann Frederik Riedel
untuk menjadi penginjil ditengah-tengah mayoritas agama lain, dan hal
ini sangat disetujui oleh mereka.
Pada tanggal 12
Januari 1828 ia berangkat ke Rotterdam dan bersama J. F. Riedel mereka
menambah pendidikan sampai tahun 1829. Dan pada bulan November 1830, ia
dan Riedel bersama dengan Douwes Dekker meninggalkan Belanda menuju
Indonesia dan sampai di Batavia (Jakarta), kemudian ke Surabaya dan tiba
di Ambon pada tanggal 23 November 1830. Di Ambon, ia mempelajari bahasa
Melayu dan dalam waktu singkat melanjutkan perjalanan ke Manado dan
tiba di Manado pada tanggal 12 Juni 1931 (sekarang diperingati Gereja
Masehi Injili di Minahasa sebagai HUT Pekabaran Injil).
Dari
bulan Juni sampai bulan Oktober 1831 Schwarz mempelajari bahasa
Tombulu, Toulour, Tonsea, dan Tountemboan. Hingga pada bulan Oktober
1831 ia kembali ke Batavia dan langsung ke Singapura untuk mngambil
seluruh keperluan penginjilan, sekolah, dan obat-obatan. Setelah itu ia
langsung kembali dan tiba di Langowan pada tanggal 7 Januari 1832. Di
Langowan ia tidak mendapat rumah, sehingga untuk sementara ia tinggal di
Kakas. Sementara itu rumah kediaman Schwarz di Langowan nanti selesai
pada bulan Juli 1834, dan rumah tersebut dibangun dimana sekarang berada
SMU Kristen Schwarz Langowan. Menurut N. Graafland dalam bukunya
"Minahasa Masa Lalu dan Masa Kini" yang ditulis pada tahun 1864,
diterangkan bahwa kediaman Johann Gottlieb Schwarz adalah rumah yang
paling bagus di Minahasa pada masa itu.
Penginjilan Johann Gottlieb Schwarz
Seperti
telah dikemukakan diatas, bahwa sebelum masuknya agama Kristen,
penduduk Langowan sudah beragama. Pada waktu kedatangan Schwarz, tempat
berkumpul untuk mengadakan upacara keagamaan adalah dimana sekarang
berdiri gedung gereja GMIM Schwarz Sentrum Langowan. Dahulu disitu
terdapat sebuah pohon besar yang dalam bahasa Tountemboan disebut Wates
yang daunnya lebat dan pada batangnya terdapat lobang besar yang dalam
bahasa Toutemboan disebut rangowa. Pohon ini dianggap keramat
sebab ditempat ini menjadi tempat pasoringan (dari asal kata soringan
yang berarti alat bunyi yang dibuat dari bambu yang diberi lobang dan
jika ditutup analog dengan bunyi Wala/burung Manguni). Jadi pasoringan
berarti tempat memanggil dan mendengarkan bunyi burung Wala oleh Walian
dan Tona'as (pemimpin-pemimpin pemerintahan.
Pada
waktu itu daerah Langowan belum memiliki nama yang spesifik, dan berawal
dari Schwarz-lah nama "Langowan" pertama kali di gunakan. Karena bagi
orang Eropa seperti Schwarz adalah sulit bagi lidahnya untuk mengucapkan
kata "rangow", dan huruf "R" yang diucapkannya menjadi huruf "L"
sehingga "rangow" menjadi "Langow". Sehingga jadilah "Langowan" disahkan
menjadi nama daerah Langowan hingga sekarang.
Tentang
cara-cara dan usaha-usaha yang ditempuh Schwarz untuk mengkristenkan
penduduk Langowan dan sekitarnya termasuk seluruh daerah yang dijelajahi
oleh Schwarz, banyak ditulis oleh N. Graafland dalam bukunya yang
memang mengenal Schwarz dari dekat dan banyak kali menemaninya dalam
perjalanan pekabaran injil. Kerajinannya bertalian dengan wataknya yang
sangat baik. Dengan tidak henti-hentinya ia mengendarai kuda dari suatu
negeri ke negeri lainnya, dari Langowan ke Minahasa Selatan, dan
Minahasa Utara sampai ke Likupang. Berat badannya yang gemuk tidak
menjadi halangan baginya, serta siang dan malam sama saja baginya dalam
menunaikan tugasnya sebagai seorang penginjil. Ialah yang dapat merintis
suatu kesatuan dan keteguhan jemaat dimana atas usahanya telah
membentuk organisasi Majelis Jemaat (Penatua dan Syamas) dan mendidik
penolong-penolong Injil (hulpzendeling) sebagai pembantu untuk
mengembangkan agama Kristen dan memperhatikan perkembangan jemaat dengan
seksama.
Telah disinggung bahwa ia ditempatkan di
Langowan tetapi wilayah pelayanannya sangat luas, sehingga Langowan
merupakan pusat dari seluruh kegiatannya yang tersebar di seluruh
Minahasa.
Johann Gottlieb Schwarz sendiri masuk ke Langowan dengan bekal :
- Bahasa Melayu yang dipelajarinya waktu singgah di Ambon tetapi masih sangat kurang.
- Beberapa dialek bahasa Minahasa yakni bahasa Tombulu, Toulour, Tonsea, dan Tountemboan yang dipelajari di Manado selama tiga bulan, ketika tiba pada tahun 1831.
Tentunya penguasaan
bahasa-bahasa ini tidaklah seberapa, akan tetapi ini bukanlah merupakan
faktor yang menggagalkan usahanya dalam menanamkan agama Kristen.
Khususnya di Langowan, Schwarz mendapat halangan dari kepala Walak,
apalagi istrinya adalah seorang Walian. Peranan Walian dalam urusan
agama sangat kuat dan ketika Schwarz datang, agama ini masih sangat kuat
dijalankan penduduk. Kepala Walak pada waktu itu ialah Majoor Sigar.
Terhadap Kepala Walak ini usaha-usaha Schwarz adalah merupakan suatu
kesulitan besar, karena dapatlah dibayangkan Walak terhadap penduduk
apalagi terhadap istrinya yang adalah seorang Walian Tulus.
Mengakibatkan Schwarz sangat sulit menghadapi penduduk yang sangat
terikat hubungannya dengan Walak dan Walian terlebih terhadap agamanya.
Ditambah
lagi Schwarz sulit mengadakan kontak dengan penduduk karena ia masih
kaku mempergunakan bahasa-bahasa penduduk. Maklumlah bahwa peranan
bahasa itu penting dalam kontak pergaulan terutama bagi penyebaran
agama. Suatu cara dari schwarz yang selalu ditempuhnya dalam menghadapi
kesulitan-kesulitan ini yaitu memberikan obat-obat malaria, demam,
obat-obat luka dan lain-lain yang dapat menolong orang-orang sakit
sebagai penentang mantra dari walian-walian.
Banyaklah
yang sadar atas kegunaan dari obat-obat yang diberikannya yang oleh
Schwarz hal ini dijelaskan sebagai pertolongan dari Tuhan, tetapi ada
juga yang setelah sembuh kembali menyembah agama alifuru. Walaupun
demikian Schwarz tabah menghadapi semua ini dan sekalipun berlaku dalam
waktu yang lama asal tujuan dapat tercapai yakni dapat mengkristenkan
penduduk.
![]() | |
![]() | ![]() Gereja di Tomohon Abad 19 |
Kesulitan
mengadakan kontak dengan penduduk segera teratasi karena pada tahun
1834 Schwarz dengan F. Constans, anak dari opziener kopi di Kema yang
sudah mahir menggunakan bahasa Melayu, Tombulu, Tonsea, dan Tountemboan
sehingga kesulitan bergaul dengan penduduk dapat teratasi. Dengan
bantuan istrinya mereka dapat bercakap-cakap dengan orang sakit, dengan
penduduk yang dikunjunginya, dan mereka dapat mengerti bahasa-bahasa
dari walian.
Hambatan bahasa sudah teratasi kini ia
dihadapkan pada hambatan terbesar yang dihadapi Langowan, yaitu karena
Kepala Walak (pemerintah) Majoor Sigar masih alifuru dan istrinya adalah
Walian Tulus (pemimpin agama), sehingga dari tahun 1832 sampai 1833
(saat pemecatan kepala walak oleh Gubernur De Struers) orang sudah
dibaptis baru 6 (enam) orang. Pada akhir tahun 1839 orang yang sudah
dibaptis menjadi kristen menjadi 212 orang. Dan setelah Mayor Sigar
masuk menjadi kristen pada tahu 1841 dengan nama Benyamin Tawalijn
Thomas Sigar, segera diikuti oleh orang-orang Langowan sehingga sejak
itu agama Kristen berkembang pesat di Langowan.
Pada
bulan September 1842 di Langowan yang sudah dibaptis ada sekitar 300
orang. Jumlah sekolah dalam wilayah pelayanannya adalah sebagai berikut
:
- 14 sekolah langsung ditanggung oleh pemerintah
- 14 sekolah berada dalam tanggungannya
- Jumlah murid kurang lebih 1200 orang
Pada
akhir tahun 1848 wilayahnya yang meliputi walak Langowan, Ratahan,
Kakas, Remboken, Tompaso Kawangkoan dan Sonder sudah terdapat 15
sekolah, jumlah muridnya kurang lebih 1300 orang. Jumlah anggota sidi
jemaat ada kira-kira 1000 orang dan jumlah baptisan kurang lebih 3000
orang.
Bangunan gereja yang pertama-tama di Langowan
ditahbiskan pada tanggal 18 April 1847, bertempat dimana gereja GMIM
Sentrum Schwarz berada sekarang, yang dahulu adalah pusat agama alifuru.
Dalam kebaktian pentahbisan gereja itu, juga dilantik seorang
Hulpzendeling yang bernama Adrianus Angkow yang kemudian ditempatkan di
Sonder. Pada tanggal 12 juni 1856 diadakanlah perayaan 25 tahun Johan
Gottlieb Schwarz masuk Minahasa digedung gereja yang pertama dan
satu-satunya di Langowan pada masa itu, dimana dalam perayaan ini telah
dihadiri oleh Hulpzendeling Adrianus Angkow, guru-guru disekolah yang
berada dalam asuhannya dan wakil-wakil dari jemaat yang dibentuknya.
Tiga tahun setelah perayaan itu Johan Gottlieb Schwarz meninggal dunia
di Manado, tepatnya tangal 1 Februari 1859 dan dimakamkan di Langowan
pada tanggal 2 Februari 1859. Kuburan Schwarz bersama istrinya sekarang
ada dilapangan olah raga GMIM Langowan.
![]() | |
![]() Gereja di Tondano 1884 | ![]() |
Sebagai
pengganti Schwarz, Nederlandsche Zendeling Genootschaap (NZG)
mengirimkan pendeta A.O Schaafma yang memulaikan tugasnya pada tanggal 5
Juni 1860. Pandeta Schaafma yang masih buta bahasa Melayu dan
bahasa-bahasa makatana/bahasa daerah, maka sulit bagi Schaafma untuk
mengadakan kontak dengan penduduk setempat, apalagi masih banyak
penduduk yang memeluk agama alifuru. Ada kurang lebih 10 tahun Pdt.
Schaafma bekerja di Langowan tetapi ia tak dapat berbuat banyak. Yang
menambah berat bagi Pdt. Schaafma pada waktu itu adalah Schaafma tidak
dapat bekerja sama dengan Residen pada waktu itu yakni J.C Bosch.
Kesalahan besar yang dibuat oleh Schaafma adalah ketika missionaris Roma
katholik pastor De Vries datang di Langowan pada tahun 1868 dan
menginap dirumah Pdt. Schaafma dan kemudian melaksanakan baptisan
pertama juga dirumah Pdt. Schaafma. Karena itu Nederlandsche Zendeling
Genootschaap (NZG) menarik Pdt. Schaafma dan menggantikan dengan Pdt. M.
Brouwers yang mulai bertugas pada tahun 1870.
Cara
kerja Pdt. M. Brouwers sama dengan cara J. G. Schwarz ia pandai bergaul,
dimana-mana ia mengadakan pendekatan dengan penduduk baik yang sudah
Kristen maupun yang masih alifuru. Ia sangat memperhatikan kehidupan
rohani dari penduduk yang sudah beragama Kristen. Atas usaha Pdt. M.
Brouwers gedung gereja yang dibangun oleh Schwarz (Ditahbiskan pada
tanggal 18-4-1847) dulu, dibaharui, dibuat, ditata jauh lebih besar.
Gereja
itu ditahbiskan pada tahun 1895, setelah Pdt Brouwers bertugas selama
25 tahun, menurut cerita orang bahwa gereja itu sangat besar dan megah.
Pdt M.Brouwers dalam kebaktian digereja menggunakan sistem kursi,
artinya tiap satu anggota satu kursi dan tidak boleh berpindah-pindah,
hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengembalaan. Ia adalah pendeta
yang bertugas paling lama di Langowan, dari tahun 1870 sampai tahun
1912, jadi 42 tahun lamanya. Ia meninggal pada tahun 1912 dan ketika ia
meninggal pada waktu itu tidak ada lagi orang alifuru di Langowan. Hal
ini dibenarkan dengan dokumen baptisan gereja Roma Katholik Langowan
yang sejak tahun 1905 tidak ada lagi orang alifuru yang dibapthiskan.
Kuburan Pdt. M. Brouwers juga berada di kompleks pekuburan Schwarz
dilapangan olah raga GMIM Langowan.
Kepustakaan
1. Jan Victor Emor, Drs; "Thesis Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Agama Kristen di Langowan dan Sekitarnya" Tahun 1972.
2. *) N. Graafland, "Minahasa Masa Lalu dan Masa Kini" ditulis pada tahun 1864, diterjemahkan oleh Yoost Kulit pada tahun 1986.
Keterangan
: *) N. Graafland adalah guru Zendeling dan Direktur Sekolah Guru untuk
Pribumi di Tanawangko. Selama ia bertugas sering bersama dengan Johann
Gottlieb Schwarz dalam mengunjungji sekolah-sekolah.
2. www.theminahasa.net
0 komentar: